
Hujan yang menimbulkan kerugian dan bahaya ini kadangkala mendorong manusia melakukan kesalahan yang menodai tauhid, seperti medatangi dukun atau pawang hujan dan meminta kepadanya untuk menghentikan hujan. Ini adalah sebuah kesalahan besar yang dapat mengakibatkan kafir kepada Allah ﷻ. Rosulullah ﷺ bersabda:
من أتى عرافا أو كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد ﷺ
“Barang siapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kafir terhadap syari’at yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ.” (HR Abu Dawud : 3904 dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albani dalam shohihul Jami’ no. 5939)
Di sisi lain ada juga dari kaum muslimin yang melakukan kesalahanan adab dalam berdo’a yaitu berdo’a agar hujan berhenti secara mutlak sehingga madhorotnya tidak menimpa kepada mereka, seperti berdo’a:” ya Allah hentikanlah hujan ini!”.
Ingin baca kitab ini, klik tautan ini
Hal semacam ini dianggap kesalahan karena hujan adalah rohmat dan ni’mat yang harus kita syukuri dan tidak layak untuk kita tolak. Bahkan Ketika turun hujan kita disyari’atkan untuk berdo’a:
عن عائشة أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ إذَا رَأَى المَطَرَ، قالَ: اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha,” Bahwasanya Rosulullah ﷺ Ketika melihat hujan maka beliau berdo’a:
’ اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعً’
(ya Allah semoga menjadi hujan yang bermanfaat).”(HR. Bukhori no. 1032)
Atau dengan do’a berikut:
Atau dengan do’a berikut:
عَنْ عَائِشَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أُمْطِرَ قَالَ : " اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا نَافِعًا ".
Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha,” Bahwasanya Rosulullah ﷺ Ketika turun hujan beliau berdo’a:
’اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا نَافِعًا ‘
(Ya Allah jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat).”(HR An-Nasa’i no. 1523)
Juga dianggap kesalahan adab dalam berdo’a karena menyelisihi perbuatan Rosulullah ﷺ Ketika turun hujan lebat yang membawa bahaya dan madhorot, beliau berdo’a kepada Allah ﷻ agar hujan tersebut tidak menimpa kepada mereka dan meminta agar memindahkan hujan tersebut turun di tempat yang memerlukan air, berikut do’a beliau ﷺ:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، ولَا عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ علَى الآكَامِ والجِبَالِ، والآجَامِ والظِّرَابِ، والأوْدِيَةِ ومَنَابِتِ الشَّجَرِ.
“Ya Allah, turunkanlah hujan ini di sekitar kami dan tidak menimpa kepada kami, ya Allah turunkanlah di atas bukit-bukit dan gunung-gunung, di hutan-hutan dan pegunungan, di lembah-lembah dan tempat tumbuhnya pohon.”(HR. Bukhori: 1013)
Berikut penjelasan makna dari ” اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، ولَا عَلَيْنَا”:
أي اجعل المطر حول المدينة
“Yakni jadikanlah hujan ini turun di sekitar Madinah” (Mu’jamul Mufassir Oleh Syaikh Thoriq Audlollah hal. 164)
أي: أَنزِلِ المطرَ حوالَيْنا ولا تُنزِلْه علينا، والمرادُ صَرفُه عن الأبنيةِ وإنزالُ المطَرِ حيثُ لا نَتضرَّرُ به،
“Yakni turunkanlah hujan ini di sekitar kami dan janganlah Engkau turunkan kepada kami, dan yang dimaksud adalah memindakannya dari bangunan-bangunan dan menurunkan hujan yang tidak membawa kerusakan.”(https://dorar.net/hadith/sharh/9266)Di antara faedah dari do’a tersebut, Syaikh Muhammmad Ali Adam رحمـہ اللـہ تعالـﮯ berkata:
لأدب في الدعاء حيث لم يدع برفع المطر مطلقًا، لاحتمال الاحتياج إلى استمراره، فاحترز فيه بما يقتضي رفع الضرر، وإبقاء النفع، فيستنبط منه أن من أنعم اللَّه عليه بنعمة لا ينبغي له أن يتسخطها لعارض يعرض فيها، بل يسأل اللَّه رفع ذلك العارض، وإبقاء النعمة
“Beradab dalam berdo’a, yang mana tidak berdo’a untuk menghentikan hujan secara mutlak, karena mungkin masih perlu turunnya hujan, maka mencukup berdo’a hilangnya bahaya dan tetapnya manfaat. Maka dari hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah tidak layak baginya membenci nikmat itu sebab bahaya tertentu, bahkan seharusnya dia berdo’a agar menghilangkan bahaya dan menetapkan nikmat.” (Dzakhirotul ‘Uqba Fi Syarhil Mujtaba : 17/43-44)
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
وفيه تعليمنا لأدب هذا الدعاء حيث لم يدع برفعه مطلقا ؛ لأنه قد يحتاج لاستمراره بالنسبة لبعض الأودية والمزارع فطلب منع ضرره وبقاء نفعه وإعلامنا بأنه ينبغي لمن وصلت إليه نعمة من ربه أن لا يتسخط بعارض قارنها بل يسأل الله رفعه وإبقاءها وبأن الدعاء برفع المضر لا ينافي التوكل والتفويض
“Di dalam hadist ini terdapat pendidikan adab berdo’a, yang mana tidak berdo’a untuk menghentikan hujan secara mutlak, karena masih perlu berlangsungnya hujan itu jika dikaitkan dengan keadaan Sebagian lembah-lembah dan ladang-ladang. Maka do’anya adalah dengan memohon mengangkat bahaya dan menetapkan manfaatnya. Hadist ini juga mengajarkan kepada kita bahwa tidak layak bagi orang yang mendapatkan nikmat dari tuhannya untuk membenci nikmat itu sebab bahaya yang ia temui, namun dia harus berdo’a kepada Allah agar mengangkat bahaya itu dan membiarkan manfaatnya. Begitu pula hadist ini mengajarkan bahwa berdo’a memohon hilangnya bahaya itu tidak meniadakan tawakkal dan penyerahan diri”.(Tuhfatul muhtaj fi syarhil Minha:j 3/83)
Oleh sebab itu, berdo’a agar Allah ﷻ menahan atau menghentikan hujan secara mutlak tanpa memohon agar hujan tersebut dipindahkan ke tempat lain agar bermanfaat bagi makhluk lain adalah sebuah kesalahan adab dalam berdo’a. Hal ini harus kita hindari dan kita selalu berdo’a dengan dengan do’a Nabi ﷺ tersebut. Walllahu A’lam bis showab.
Oleh Abu Failaq As-Syihaby
Menjelang petang di Lamongan utara, Sabtu, 13 Sya’ban 1442 H/ 27 Maret 2021
Menjelang petang di Lamongan utara, Sabtu, 13 Sya’ban 1442 H/ 27 Maret 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jazakumullah atas kunjungan dan perhatian anda. Komentar yang bijak adalah kehormatan kami.